cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia
ISSN : 2655514X     EISSN : 26559099     DOI : http://doi.org/10.38011/jhli
Core Subject : Social,
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia (JHLI) terbit dengan nomor ISSN baru mulai volume 5 nomor 1. Sebelumnya, “JHLI” terdaftar dengan nomor ISSN: 2355-1350 dengan nama Jurnal Hukum Lingkungan (JHL). Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia (JHLI) merupakan salah satu wadah penelitian dan gagasan mengenai hukum dan kebijakan lingkungan, yang diterbitkan oleh Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) setiap 6 bulan sekali.
Arjuna Subject : -
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 1 (2014): Februari" : 11 Documents clear
GERAKAN PEMBARUAN HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA DAN PERWUJUDAN TATA KELOLA LINGKUNGAN YANG BAIK DALAM NEGARA DEMOKRASI Santosa, Mas Achmad; Quina, Margaretha
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 1 (2014): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (424.655 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i1.164

Abstract

Environmental law reform movement promotes the realization of good environmental governance, rule of law, and democracy. Numerous advocacy results conducted by this movement has been recorded in the legal instruments, national and international regulation and policies, landmark judges decision, until civil society initiatives. This article will identify the important developments and the contribution of civil society, academics, and other related elements as a reference for the further development of good environmental governance
ULASAN PERUNDANG – UNDANGAN “Potensi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 dalam Mendukung Penerapan Demokrasi Lingkungan” Anindito, Lakso
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 1 (2014): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.584 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i1.10

Abstract

AbstrakTulisan ini akan membahas potensi UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) dalam mendukung penegakan demokrasi lingkungan. Untuk mempertajam pembahasan, fokus kajian akan dilakukan dari dua aspek, yaitu: 1) Perangkat yang dapat didayagunakan untuk mendukung penegakan hukum yang efektif sehingga dapat melindungi hak mendasar warga negara; dan 2) Peran aktif masyarakat dalam penegakan hukum. Kedua aspek tersebut dirasa penting untuk mewujudkan nilai-nilai mendasar dari demokrasi lingkungan yang didasarkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan penegakan hukum2 dan penerapan penegakan hukum yang adil, akuntabel dan efektif dalam rangka menjaga serta melindungi hak masyarakat atas pemanfaatan sumber daya alam.AbstractThis article will discuss the potential of Law No. 18 of 2013 regarding Prevention and Eradication of Forest Degradation in supporting implementation of environmental democracy. To sharpen the analysis, the focus of study will be conducted from two aspects, namely: 1) The tools that can be utilized to support effective law enforcement in order to protect the fundamental rights of citizens, and 2) The active role of people in law enforcement. Both aspects are considered important to realize the fundamental values of a democratic environment based on active role in decisions related to policy enforcement and application of the rule of law that is fair, accountable and effective in order to maintain and protect the people's right to use natural resources. 
PERUBAHAN IKLIM DAN DEMOKRASI: KETERSEDIAAN DAN AKSES INFORMASI IKLIM, PERANAN PEMERINTAH, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Perdinan, Perdinan
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 1 (2014): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (529.726 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i1.87

Abstract

Perubahan iklim merupakan fenomena iklim global yang dipicu dengan adanya pemanasan global akibat kenaikan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Memahami dampak perubahan iklim terhadap berbagai sektor ekonomi di Indonesia, pemerintah Indonesia merespon melalui berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Tulisan ini membahas mengenai „posisi‟ kebijakan terkait adaptasi perubahan iklim di Indonesia. Tantangan dalam pelaksanaan adaptasi perubahan iklim juga dibahas berdasarkan studi pustaka dan interpretasi dari dokumen-dokumen terkait adaptasi perubahan iklim. Pembahasan juga dilakukan terkait ketersediaan dan akses informasi iklim yang sangat diperlukan dalam penilaian dampak perubahan iklim sebagai langkah awal dalam penyusunan langkahlangkah adaptasi. Hasil telaah menunjukkan ketersediaan dan kemudahan akses terhadap data hasil pengamatan iklim (observasi) masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu mendapatkan perhatian. Peran aktif masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pengamatan dan pengumpulan informasi iklim sangat diperlukan mengingat ketersediaan informasi iklim yang masih terbatas.Kerjasama antara Pemerintah Pusat dan daerah serta partisipasi publik dalam program-program adaptasi juga dianjurkan dan sangat diperlukan.
PENERAPAN PENGATURAN PEMBUANGAN LIMBAH MINYAK KE LAUT OLEH KAPAL TANKER DILIHAT DARI PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA Permata W, Diah Okta; Gusmayanti, Irma; Sari, Ria Maya
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 1 (2014): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (470.697 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i1.8

Abstract

AbstrakPencemaran lingkungan laut karena minyak bumi umumnya bersumber dari kapal tanker, baik yang berasal dari tangki bahan bakar kapal itu sendiri atau minyak kotor yang terdapat di dalam kamar mesin maupun minyak sebagai kargo (muatan). Pencemaran laut dapat berdampak sangat luas terhadap segala kehidupan baik di laut maupun daratan yang terkena pencemaran, sehingga adanya pemikiran siapa yang akan memberikan ganti rugi apabila terjadi pencemaran laut perlu diatur secara jelas. Pengaturan mengenai tanggung jawab pencemaran laut bagi kapal-kapal yang mengangkut minyak sebagai muatan (tanker) terdapat dalam Civil Liability Convention 1969. Upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut telah dilakukan oleh Indonesia dengan meratifikasi beberapa konvensi internasional seperti Civil Liability Convention 1969. Bagi Negara peserta Civil Liability Convention 1969, langkah-langkah yuridis yang perlu disiapkan adalah menyusun dan menetapkan ketentuan peraturan nasional di bidang pencemaran lingkungan laut dan/atau perairan di sekitarnya, dalam hal ini ketentuan peraturan oleh masing-masing Negara peserta disesuaikan dengan kebutuhannya dengan berpegang atau berpedoman pada tatanan hukum internasional yang berlaku. AbstractThe marine environmental pollution due to oil are generally sourced from the tanker, both derived from the fuel tank of the vessels itself or dirty oil inside engine compartment and oil as cargo. Marine environmental pollution can impact very broadly against all life either in the sea or land affected by the pollution, so any thought of who would provide compensation in the event of marine environmental pollution needs to be clearly regulated. The regulation of marine environmental pollution liability for vessels that carry oil as cargo (tanker) are regulated in Civil Liability Convention 1969 (CLC 1969). The Preventions and controls of marine pollution have been made by Indonesia to ratify several international Conventions such as Civil Liability Convention 1969. For the member states of Civil Liability Convention 1969, juridical measures that need to be prepared is to compose and establish national regulations in the field of marine environmental pollution and/or the surrounding waters, in the provisions of regulation by each the member states needs to be adjusted to hold or guided by existing international legal order.
ANALISIS PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI Qurbani, Indah Dwi
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 1 (2014): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.112 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i1.172

Abstract

UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas dianggap belum cukup memadai sebagai instrumen hukum yang dapat melindungi hak rakyat secara keseluruhan sebagaimana yang diamanatkan pasal 33 UUD Tahun 1945. Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas perlu dilakukan dengan membuat terobosan hukum agar semangat melindungi kepentingan bangsa dan negara seperti diamanatkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-X/2012 dapat dipenuhi
PERAN HUKUM DI INDONESIA DALAM PENANGGULANGAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM Amelina, Fitri
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 1 (2014): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (414.226 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i1.9

Abstract

AbstrakPerubahan iklim telah menjadi permasalahan global yang memberikan dampak pasti dan tidak terelakan lagi di tingkat regional maupun internasional. Meningginya permukaan air laut, mencairnya es di kutub, sampai kerugian ekonomi di wilayah Pasifik sebagaimana dilansir oleh Asian Development Bank di tahun 2013. Meningkatnya pemanasan global dan produksi gas rumah kaca memberikan ancaman tersendiri untuk pembangunan berkelanjutan. Adanya komitmen warga dunia dalam menjalin kerja sama guna menekan produksi gas rumah kaca dan menanggulangi dampak perubahan iklim dapat dilihat dari beberapa instrumen internasional terkait hal tersebut yang secara bertahap telah dihasilkan dan diemplementasikan. Adanya kerja sama dari negara-negara maju sebagai penyumbang gas emisi terbanyak dengan negara-negara berkembang seharusnya mampu menghasilkan kolaborasi yang cukup baik dalam upaya penanganan dampak perubahan iklim. Indonesia, dalam hal ini sesuai dengan prinsip common but differentiated responsibilities turut serta dalam upaya penanganan perubahan iklim dengan ratifikasi perjanjian internasional, implementasi melalui satuan petugas khusus di bidang perubahan iklim, dan penegakan hukum dalam upaya melestarikan lingkungan. AbstractClimate change has become a global problem and has certain and uninevitable impacts globally or internationally. Sea level rising, ice melting in the pole or even economic damages in Pacific region released by 2013 Asian Development Bank. Increasing of global warming and greenhouse gasses production provide a separate threat to sustainable development. The commitment of the worldwide community to cooperate in order to reduce the production of greenhouse gasses and mitigate the impact of climate change could be seen from several international instruments related to it has gradually produced and implemented. The cooperation of the developed countries as the largest contributor to the emissions and developing countries should be able to produce a pretty good collaboration in efforts to address climate change impacts. Indonesia, in this case in accordance with the principle of common but differentiated responsibilities to participate in efforts to address climate change with the ratification of international treaties, the implementation through a special unit of officers in the field of climate change, and law enforcement in an effort to preserve the environment.
Kriminalisasi atas Partisipasi Masyarakat: Menyisir Kemungkinan terjadinya SLAPP terhadap Aktivis Lingkungan Hidup Sumatera Selatan Sembiring, Raynaldo
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 1 (2014): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.201 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i1.11

Abstract

Pada tanggal 31 Januari 2013 dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) mengenai ratifikasi Konvensi Rotterdam, seorang anggota Komisi VII meminta kepada pimpinan sidang untuk segera menghubungi Kapolri dikarenakan ditangkapnya 3 (tiga) orang aktivis lingkungan di Sumatera Selatan.  Reaksi spontan dari anggota dewan tersebut menyiratkan pertanyaan tentang apa yang terjadi di Sumatera Selatan beberapa hari sebelumnya. Tanggal 29 Januari 2013, terjadi tindakan represif dari aparat kepolisian dengan melakukan penangkapan terhadap 3 (tiga) orang aktivis lingkungan yang sedang menyampaikan pendapatnya dengan berunjuk rasa di depan Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sumatera Selatan.  Penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian mendapat kecaman dari berbagai pihak di Indonesia. Di kemudian hari ketiga aktivis lingkungan tersebut dikenal sebagai Anwar Sadat (Direktur Eksekutif Walhi Sumsel), Dedek Chaniago (Staf Walhi Sumsel), dan Kamaludin (Petani).Tulisan ini akan mencoba memberikan analisis terkait penangkapan terhadap Anwar Sadat dan Dedek Chaniago yang dalam hal ini merupakan aktivis lingkungan yang hak-haknya dilindungi oleh Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).
Demokrasi dan Lingkungan Ivalerina, Feby
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 1 (2014): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.488 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i1.165

Abstract

Diskusi mengenai kaitan antara kondisi lingkungan dengan pola penyelenggaraan pemerintahan (governance) mulai menghangat pada tahun 1990an. Bentuk negara modern yaitu negara kesejahteraan yang diadopsi oleh kebanyakan negara di dunia, menuntut keterlibatan aktif negara dalam segala aspek kehidupan masyarakatnya, termasuk pengelolaan lingkungan.Berdasarkan pemikiran tersebut maka kondisi lingkungan bergantung kepada penyelenggaraan pemerintahan. Berdasar pada keterkaitannya tersebut, kebijakan dan hukum lingkungan di dunia saat ini mengarahkan model pemerintahan yang mendukung pengelolaan lingkungan yang baik. Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (UNCED), tahun 1992 dan Konvensi Arrhus, tahun 1998 memiliki landasan pemikiran yang sama, bahwa pola pemerintahan yang baik bagi pengelolaan lingkungan adalah pemerintahan yang memastikan adanya partisipasi masyarakat.Dengan demikian keduanya mensyaratkan pemerintahan yang demokratis.  Demokrasi dalam pengelolaan lingkungan kemudian dianggap memberikan pengaruh positif bagi kualitas lingkungan. Kesimpulan tersebut didukung oleh hasil yang dikeluarkan oleh beberapa penelitian.Meskipun begitu, di sisi lain beberapa ahli berpendapat bahwa demokrasi tidak serta-merta membawa dampak positif bagi lingkungan. Salah satu alasannya adalah ada kenyataan yang sulit disangkal bahwa peningkatan polusi yang tinggi pada dekade terakhir ini berasal dari negara-negara yang dianggap sangat demokratis yaitu negara-negara kaya yang menggunakan teknologi tinggi yang menghasilkan polusi.Dengan demikian maka timbul pertanyaan kembali apakah pelaksanaan demokrasi sesungguhnya memiliki korelasi dengan kualitas lingkungan? Pertanyaan ini tentunya tidak mudah dijawab, terutama mengingat bahwa hingga saat ini demokrasi dipahami dalam berbagai macam bentuk hingga prosedur yang berbeda. Dengan demikian, pelaksanaan demokrasi dapat berbeda pada tempat yang berbeda.Tulisan ini akan membahas sejauh mana keterkaitan antara demokrasi dengan pengelolaan lingkungan. Beberapa bentuk demokrasi akan dijelaskan agar dapat dimengerti bahwa kemungkinan setiap bentuk tersebut akan memiliki pengaruh yang berbeda bagi kualitas lingkungan. Dengan demikian diharapkan dapat menjadi masukan awal bagi kajian untuk menemukan bentuk demokrasi yang benar-benar dapat melindungi dan mengatasi persoalan-persoalan lingkungan hidup di Indonesia.
Ulasan Buku Kapita Selekta Anotasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Unknown, Unknown
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 1 (2014): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.267 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i1.12

Abstract

Kapita Selekta Anotasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Kapita Selekta Anotasi UUPPLH) merupakan hasil penelitian ICEL terhadap ketentuan pasal-pasal UUPPLH. Kapita Selekta Anotasi mencoba membedah muatan UUPPLH dengan menyajikan kronologi pembahasan, analisis teori, analisis perbandingan dengan perundang- undangan lainnya, dan analisis perbandingan dengan negara lain pada pasal- pasal tertentu dalam UUPPLH.  Pasal-pasal yang diteliti dalam Kapita Selekta Anotasi UUPPLH ini dibungkus melalui tema-tema yang menjadi pokok dari UUPPLH.Melalui Kapita Selekta Anotasi UUPPLH, pembaca akan lebih mudah memahami pokok pikiran dan struktur UUPPLH.  Kapita Selekta Anotasi UUPPLH juga memberikan penjelasan bagi beberapa ketentuan pasal yang sering menjadi perdebatan dan menimbulkan multitafsir seperti Pasal 90 yang ketentuannya membuat Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tidak dapat mengajukan gugatan secara sendiri-sendiri.  Selain itu, Kapita Selekta Anotasi UUPPLH menampilkan sejarah pembahasan UUPPLH yang memudahkan pembaca mendapat informasi munculnya pasal-pasal di UUPPLH.
JAMINAN AKSES INFORMASI DALAM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (REKOMENDASI PENGUATAN HAK AKSES INFORMASI LINGKUNGAN) Subagiyo, Henri
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 1 (2014): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (528.895 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i1.171

Abstract

Demokrasi deliberatif dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat dalam menjawab kompleksitas lingkungan dan post-normal science. Untuk mencapai partisipasi yang ideal, akses masyarakat terhadap informasi lingkungan harus terpenuhi. Namun berbagai pembelajaran dari praktik menunjukkan bahwa implementasi akses informasi lingkungan yang telah ada saat ini masih jauh dari ideal. Tulisan ini mencoba menelaah secara normatif kekurangan-kekurangan yang ada dari kerangka hukum akses informasi lingkungan yang telah ada sekarang, baik dari sudut pandang hukum lingkungan maupun keterbukaan informasi. Lebih jauh, tulisan ini menyajikan pula beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk memperbaiki norma akses informasi lingkungan agar dapat lebih memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam pembuatan hukum ke depannya.

Page 1 of 2 | Total Record : 11